“INDONESIA HARUS MENJADI RUMAH BAGI RAKYATNYA SENDIRI”
Sosok profil kita kali
ini sering kita temui dalam forum rapat anggota dewan di parlemen, bahkan juga
sering menghadiri ajang diskusi politik di berbagai media massa. Akbar Faizal,
sosok pria kelahiran Makassar, 21 Desember 1968 ini gayanya cukup mudah
dikenali. Sosok yang
kritis dengan bahasa yang lugas dan menukik tajam dalam menyampaikan
argumentasinya, seperti sudah menjadi ciri khasnya.
Akbar Faizal ialah satu
di antara sedikit politisi yang berani memperjuangkan pemikirannya namun tidak
lupa akan idealisme partai yang mengusungnya. Di tengah derasnya arus politik
yang mengalir dengan segala tekanan dan godaannya, ia menolak untuk tenggelam. Namun siapa yang menyangka, di balik
sosoknya yang konservatif, politisi Partai NasDem ini merupakan pribadi yang
ramah, akrab, dan murah senyum. Saat ditemui Perempuan.com di ruang kerjanya,
Akbar menceritakan awal mula ia terlibat dalam kancah politik Tanah Air.
“Sebelumnya saya
merupakan wartawan politik. Pada dasarnya saya memang tertarik dengan dunia
ini. Dasar utama bagi saya untuk terjun dalam dunia politik ialah saya punya
berbagai pemikiran yang bisa saya berikan bagi masyarakat dan bangsa ini, dan
hal itu sudah saya buktikan selama saya bekerja di parlemen, walaupun belum
maksimal,” ujar ayah tiga anak ini.
Akbar mengawali karir
politiknya di Partai Demokrat. Ia merupakan salah satu pendiri organisasi
politik yang kini menjadi partai penguasa tersebut. Sejak pertama didirikan
pada tahun 2003 hingga empat tahun kemudian, Akbar aktif dalam kegiatan
organisasi dengan menjabat sebagai Ketua Umum Pemuda Partai Demokrat. Namun dikarenakan aspirasi yang ia
sampaikan tidak tertampung dan merasa tidak dibutuhkan lagi oleh partai
tersebut, maka pada tahun 2007 ia bergabung dengan Partai Hanura. Di Hanura, ia
menempati posisi sebagai Wakil Sekjen sebelum akhirnya menjabat sebagai Ketua
Bidang Politik.
Pada Pemilu legislatif
2009, Akbar terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 fraksi Hanura
dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan II. Ia duduk di Komisi V sebelum
akhirnya ditugaskan di Komisi II. Usaha
untuk menjadi anggota legislatif dinilainya sungguh tidak mudah. Ia mengklaim
menghabiskan dana kampanye hingga 483 juta rupiah serta aktif bergerak di 9 kabupaten
selama 7 bulan 3 hari.
Selama menjabat sebagai
wakil rakyat, lulusan Magister Komunikasi Politik Universitas Indonesia ini
dikenal dengan sikapnya yang tanpa kompromi dalam menjaga prinsip yang ia
pegang. Hal tersebut paling jelas terlihat oleh publik saat ia bertugas sebagai
anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century. Dalam usaha investigasi mega skandal
tersebut, Akbar terlihat sebagai salah satu dari sedikit pihak yang vokal
mengkritisi kebijakan bailout maupun indikasi penyimpangan yang terjadi di
dalamnya. Ketika ditanya mengenai perkembangan kasus tersebut, raut wajahnya
mendadak berubah serius.
“Saya akan mengawal
kasus ini sampai selesai! Kalaupun tidak bisa selesai pada rezim saat ini, akan
saya selesaikan setelah rezim yang sekarang. Namun sejujurnya saya tidak
terlalu optimis hal tersebut bisa diselesaikan di rezim ini. Dengan pola yang
terjadi di parlemen saat ini, yakni adanya perselingkuhan politik bernama
koalisi setgab, dengan segala tawar menawar kekuasaan dan barternya dengan
kasus Century, maka hal itu tidak akan selesai,” ujarnya dengan nada meninggi.
Namun ia berjanji untuk
membongkar kasus tersebut hingga ke akarnya, segera setelah masa pemerintahan
ini berakhir. “Saya punya hutang pada rakyat Indonesia. Saya akan menyelesaikan
kasus itu. Kalaupun tidak bisa selesai sekarang, maka akan saya selesaikan di
masa pemerintahan selanjutnya,” ucap Akbar.
Tiga bulan yang lalu,
tepatnya pada tanggal 8 Februari 2013, Akbar Faizal memutuskan untuk mundur
dari DPR dan meninggalkan Partai Hanura. Keputusannya tersebut mengejutkan
banyak pihak dan memancing spekulasi. Tak lama kemudian ia mengumumkan
kepindahannya ke Partai NasDem. Keputusan
tersebut dinilai amat berani karena ia mempertaruhkan reputasi yang sudah ia
bangun sejauh ini. Lantas apa alasan yang mendasari Akbar untuk mengambil
keputusan tersebut?
“Berat bagi saya untuk
meninggalkan Pak Wiranto (Ketua Umum Hanura) beserta kawan-kawan saya di sana,
saya mencintai mereka. Tetapi melelahkan sekali ketika Anda dalam posisi saya,
di mana apa yang saya perjuangkan sebagai anggota DPR terbentur karena fraksi
partai saya paling kecil di antara yang lain. Apa yang Anda perjuangkan
terbentur tembok, hanya karena suara fraksi Anda masuk dalam golongan yang
paling kecil. Itu sungguh melelahkan,” paparnya.
Dari situ ia memilih
untuk mundur selangkah dan memilih fokus berpolitik bersama Nasional Demokrat
(NasDem), partai baru bentukan Surya Paloh. Akbar yakin bahwa partai tersebut
bisa menampung segala aspirasinya dan berpotensi menjadi partai besar ke
depannya.
“Saya bergabung dengan
NasDem karena saya percaya bahwa NasDem memiliki kekuatan besar untuk melakukan
perubahan yang sebenarnya,” kata Akbar.
Di NasDem, Akbar
menjabat sebagai Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan. Ia menyatakan bahwa
ideologi “Restorasi Indonesia” yang diusung oleh partai tersebut bukan sekadar
embel-embel belaka.
Dalam pandangan Akbar,
bangsa Indonesia sudah berada pada titik nadir. Bersama NasDem, ia ingin
mendesain ulang negara ini dari awal pada berbagai sisi. Ia mempunyai visi
untuk mengembalikan negara ini pada koridor konstitusi. Penegakan hukum
merupakan prioritas utama yang harus diselesaikan.
“Negara Indonesia ini
adalah milik kita bersama. Siapapun dia, harus tunduk pada hukum. Di luar
negeri polisi begitu dihormati, sedangkan di sini polisi dipukuli sampai mati,
kemudian kantornya diserbu. Itu jelas merupakan masalah. Hukum harus
diberlakukan sama secara egaliter pada siapapun,” ujar Akbar.
Untuk membangun
kepercayaan publik, khususnya pada konstituennya kelak, Akbar hendak menerapkan
sistem fundraising atau penggalangan dana yang bersifat transparan pada masa
kampanye Pemilu 2014 mendatang.
“Untuk Pemilu yang akan
datang, saya akan membuka kotak sumbangan melalui media kepada masyarakat untuk
menyumbang ke saya. Hal ini saya lakukan untuk menunjukkan pada masyarakat yang
menyumbang, bahwa saya tidak akan mengkhianati mereka,” jelasnya.
Akbar Faizal juga
menegaskan, bahwa untuk menjadi seorang politisi, hal utama yang harus dipegang
adalah kepentingan rakyat. Jika rakyat tidak ada di dalam hatinya, maka bisa
dikatakan orang tersebut bukanlah politisi sejati. Hal tersebut menjadi logis
karena pada dasarnya rakyatlah yang memberikan mandat bagi si politisi untuk
mewakili mereka.
Mengenai prospek dan
peranan perempuan dalam kancah perpolitikan Tanah Air, Akbar mengaku optimis.
“Kuota keterwakilan
perempuan dalam daftar caleg sekarang diharuskan minimal sebanyak 30%. Itu
jelas sudah menjadi kesempatan. Asal perempuan mau untuk maju dan terjun total
ke lapangan, maka mereka bisa memimpin. Banyak wanita yang luar biasa. Dulu
kita punya Kartini, sekarang kita punya Aisyah Amini dan Marwah Daud Ibrahim.
Kita butuh sosok seperti mereka,” katanya.
Sebelum menutup
pembicaraan dengan Perempuan.com, Akbar Faizal mengemukakan cita-cita dan
harapannya bagi Indonesia ke depan.
“Indonesia harus
menjadi rumah bagi rakyatnya sendiri. Tak ada lagi kecemasan maupun ketakutan.
Negara harus menjamin hak setiap warganya. Tak ada lagi pencuri buah cokelat
yang dihukum lebih berat dari pencuri uang negara yang nilainya miliaran
rupiah. Indonesia harus menjadi rumah di mana seluruh rakyatnya merasa nyaman
berada di dalamnya,” pungkasnya. (stv)
Sumber:
http://www.perempuan.com/read/indonesia-harus-menjadi-rumah-bagi-rakyatnya-sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar