Rabu, 24 Juli 2013

AKBAR FAISAL PUBLIK FIGUR BERJUANG BERSAMA PARTAI NasDem


“INDONESIA HARUS MENJADI RUMAH BAGI RAKYATNYA SENDIRI”






Sosok profil kita kali ini sering kita temui dalam forum rapat anggota dewan di parlemen, bahkan juga sering menghadiri ajang diskusi politik di berbagai media massa. Akbar Faizal, sosok pria kelahiran Makassar, 21 Desember 1968 ini gayanya cukup mudah dikenali. Sosok yang kritis dengan bahasa yang lugas dan menukik tajam dalam menyampaikan argumentasinya, seperti sudah menjadi ciri khasnya.
Akbar Faizal ialah satu di antara sedikit politisi yang berani memperjuangkan pemikirannya namun tidak lupa akan idealisme partai yang mengusungnya. Di tengah derasnya arus politik yang mengalir dengan segala tekanan dan godaannya, ia menolak untuk tenggelam. Namun siapa yang menyangka, di balik sosoknya yang konservatif, politisi Partai NasDem ini merupakan pribadi yang ramah, akrab, dan murah senyum. Saat ditemui Perempuan.com di ruang kerjanya, Akbar menceritakan awal mula ia terlibat dalam kancah politik Tanah Air.


“Sebelumnya saya merupakan wartawan politik. Pada dasarnya saya memang tertarik dengan dunia ini. Dasar utama bagi saya untuk terjun dalam dunia politik ialah saya punya berbagai pemikiran yang bisa saya berikan bagi masyarakat dan bangsa ini, dan hal itu sudah saya buktikan selama saya bekerja di parlemen, walaupun belum maksimal,” ujar ayah tiga anak ini.
Akbar mengawali karir politiknya di Partai Demokrat. Ia merupakan salah satu pendiri organisasi politik yang kini menjadi partai penguasa tersebut. Sejak pertama didirikan pada tahun 2003 hingga empat tahun kemudian, Akbar aktif dalam kegiatan organisasi dengan menjabat sebagai Ketua Umum Pemuda Partai Demokrat. Namun dikarenakan aspirasi yang ia sampaikan tidak tertampung dan merasa tidak dibutuhkan lagi oleh partai tersebut, maka pada tahun 2007 ia bergabung dengan Partai Hanura. Di Hanura, ia menempati posisi sebagai Wakil Sekjen sebelum akhirnya menjabat sebagai Ketua Bidang Politik.

Pada Pemilu legislatif 2009, Akbar terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014 fraksi Hanura dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan II. Ia duduk di Komisi V sebelum akhirnya ditugaskan di Komisi II. Usaha untuk menjadi anggota legislatif dinilainya sungguh tidak mudah. Ia mengklaim menghabiskan dana kampanye hingga 483 juta rupiah serta aktif bergerak di 9 kabupaten selama 7 bulan 3 hari.
Selama menjabat sebagai wakil rakyat, lulusan Magister Komunikasi Politik Universitas Indonesia ini dikenal dengan sikapnya yang tanpa kompromi dalam menjaga prinsip yang ia pegang. Hal tersebut paling jelas terlihat oleh publik saat ia bertugas sebagai anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Bank Century. Dalam usaha investigasi mega skandal tersebut, Akbar terlihat sebagai salah satu dari sedikit pihak yang vokal mengkritisi kebijakan bailout maupun indikasi penyimpangan yang terjadi di dalamnya. Ketika ditanya mengenai perkembangan kasus tersebut, raut wajahnya mendadak berubah serius.
“Saya akan mengawal kasus ini sampai selesai! Kalaupun tidak bisa selesai pada rezim saat ini, akan saya selesaikan setelah rezim yang sekarang. Namun sejujurnya saya tidak terlalu optimis hal tersebut bisa diselesaikan di rezim ini. Dengan pola yang terjadi di parlemen saat ini, yakni adanya perselingkuhan politik bernama koalisi setgab, dengan segala tawar menawar kekuasaan dan barternya dengan kasus Century, maka hal itu tidak akan selesai,” ujarnya dengan nada meninggi.


Namun ia berjanji untuk membongkar kasus tersebut hingga ke akarnya, segera setelah masa pemerintahan ini berakhir. “Saya punya hutang pada rakyat Indonesia. Saya akan menyelesaikan kasus itu. Kalaupun tidak bisa selesai sekarang, maka akan saya selesaikan di masa pemerintahan selanjutnya,” ucap Akbar.
Tiga bulan yang lalu, tepatnya pada tanggal 8 Februari 2013, Akbar Faizal memutuskan untuk mundur dari DPR dan meninggalkan Partai Hanura. Keputusannya tersebut mengejutkan banyak pihak dan memancing spekulasi. Tak lama kemudian ia mengumumkan kepindahannya ke Partai NasDem. Keputusan tersebut dinilai amat berani karena ia mempertaruhkan reputasi yang sudah ia bangun sejauh ini. Lantas apa alasan yang mendasari Akbar untuk mengambil keputusan tersebut?
“Berat bagi saya untuk meninggalkan Pak Wiranto (Ketua Umum Hanura) beserta kawan-kawan saya di sana, saya mencintai mereka. Tetapi melelahkan sekali ketika Anda dalam posisi saya, di mana apa yang saya perjuangkan sebagai anggota DPR terbentur karena fraksi partai saya paling kecil di antara yang lain. Apa yang Anda perjuangkan terbentur tembok, hanya karena suara fraksi Anda masuk dalam golongan yang paling kecil. Itu sungguh melelahkan,” paparnya.


Dari situ ia memilih untuk mundur selangkah dan memilih fokus berpolitik bersama Nasional Demokrat (NasDem), partai baru bentukan Surya Paloh. Akbar yakin bahwa partai tersebut bisa menampung segala aspirasinya dan berpotensi menjadi partai besar ke depannya.
“Saya bergabung dengan NasDem karena saya percaya bahwa NasDem memiliki kekuatan besar untuk melakukan perubahan yang sebenarnya,” kata Akbar.
Di NasDem, Akbar menjabat sebagai Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan. Ia menyatakan bahwa ideologi “Restorasi Indonesia” yang diusung oleh partai tersebut bukan sekadar embel-embel belaka.
Dalam pandangan Akbar, bangsa Indonesia sudah berada pada titik nadir. Bersama NasDem, ia ingin mendesain ulang negara ini dari awal pada berbagai sisi. Ia mempunyai visi untuk mengembalikan negara ini pada koridor konstitusi. Penegakan hukum merupakan prioritas utama yang harus diselesaikan.
“Negara Indonesia ini adalah milik kita bersama. Siapapun dia, harus tunduk pada hukum. Di luar negeri polisi begitu dihormati, sedangkan di sini polisi dipukuli sampai mati, kemudian kantornya diserbu. Itu jelas merupakan masalah. Hukum harus diberlakukan sama secara egaliter pada siapapun,” ujar Akbar.
Untuk membangun kepercayaan publik, khususnya pada konstituennya kelak, Akbar hendak menerapkan sistem fundraising atau penggalangan dana yang bersifat transparan pada masa kampanye Pemilu 2014 mendatang.

“Untuk Pemilu yang akan datang, saya akan membuka kotak sumbangan melalui media kepada masyarakat untuk menyumbang ke saya. Hal ini saya lakukan untuk menunjukkan pada masyarakat yang menyumbang, bahwa saya tidak akan mengkhianati mereka,” jelasnya.
Akbar Faizal juga menegaskan, bahwa untuk menjadi seorang politisi, hal utama yang harus dipegang adalah kepentingan rakyat. Jika rakyat tidak ada di dalam hatinya, maka bisa dikatakan orang tersebut bukanlah politisi sejati. Hal tersebut menjadi logis karena pada dasarnya rakyatlah yang memberikan mandat bagi si politisi untuk mewakili mereka.


Mengenai prospek dan peranan perempuan dalam kancah perpolitikan Tanah Air, Akbar mengaku optimis.
“Kuota keterwakilan perempuan dalam daftar caleg sekarang diharuskan minimal sebanyak 30%. Itu jelas sudah menjadi kesempatan. Asal perempuan mau untuk maju dan terjun total ke lapangan, maka mereka bisa memimpin. Banyak wanita yang luar biasa. Dulu kita punya Kartini, sekarang kita punya Aisyah Amini dan Marwah Daud Ibrahim. Kita butuh sosok seperti mereka,” katanya.
Sebelum menutup pembicaraan dengan Perempuan.com, Akbar Faizal mengemukakan cita-cita dan harapannya bagi Indonesia ke depan.


“Indonesia harus menjadi rumah bagi rakyatnya sendiri. Tak ada lagi kecemasan maupun ketakutan. Negara harus menjamin hak setiap warganya. Tak ada lagi pencuri buah cokelat yang dihukum lebih berat dari pencuri uang negara yang nilainya miliaran rupiah. Indonesia harus menjadi rumah di mana seluruh rakyatnya merasa nyaman berada di dalamnya,” pungkasnya. (stv)



Sumber: http://www.perempuan.com/read/indonesia-harus-menjadi-rumah-bagi-rakyatnya-sendiri




Tidak ada komentar:

Posting Komentar